KAPAN AKU MENIKAH ?
SAAT SEKOLAH MENENGAH ATAS, SAMA
SEKALI IA TAK TERPIKIRKAN. Saat
kuliah, ia tertutupi oleh ingar bingar kelezatan masa muda yang selalu
mengintai. Saat lulus, karier menenggelamkannya hanya dalam sisa-sisa waktu.
Namun, ia mulai bertunas tatkala umur semakin berpacu dengan angka tanggalan di
akhir bulan. Semakin menguat tatkala melihat sahabat dan teman yang
meninggalkan dia karenanya. Dan membuncah tatkala saksikan kemesraan dari
paduan dua ciptaan Allah, bersama buah hatinya. Dan semua itu terangkai dalam
tiga kata.
KAPAN AKU MENIKAH?
MENUNGGU dalam ketidakpastian jelas
memicu gelisah. Apalagi ada anggapan bahwa semakin bertambah umur, semakin
sulit pula untuk mendapatkan pasangan hidup. Belum lagi, kenyataan bahwa wanita
itu terbatas, dia DIPILIH BUKAN MEMILIH.
Tak seperti lelaki yang MEMILIH karena penawaran lebih sedikit dari permintaan.
Nah, biasanya, masuklah setan padanya.
Karena setan menyenangi manusia yang rapuh. Akhirnya setan membisikkan kata
untuk mengganti pertanyaan “ KAPAN AKU MENIKAH?’ menjadi :
MENGAPA AKU TAK
NIKAH-NIKAH?
Nah lagi, bila sudah begini, benih hasut
mulai bersemai di hati tatkala melihat kebahagiaan menikah dari saudaranya.
Undangan tak lagi jadi sebaran berbagi senang, tapi pembangkit amarah sehingga
kejang. Apalagi bila yang menyebar undangan justru adik kelasnya. Menghadiri
akad nikah jadi sungkan, bertemu teman jadi enggan, karena akan ditanya-tanya,
KAPAN GILIRANMU?
DAN AKHIRNYA, SEGALA PURBASANGKA DAN
PRASANGKA BURUK TUMBUH MENJAMUR BAGAI DI MUSIM HUJAN. BERUJUNG PADA
KETIDAKPERCAYAAN TERHADAP KEADILAN ALLAH.
Lebih parah, beberapa akhirnya memutuskan
untuk luruh dari jalan istiqamah dalam kebenaran Islam. Mencari solusi yang
justru menjauhkannya dari kebahagiaan pernikahan yang ia impikan. Pacaran, clubbing, wasting time, zina, atau
bahkan dukun jadi pelarian. Otomatis menjauhkannya dari ridha Sang Pemberi
kebahagiaan. Atau memang sengaja menjauh, sudah tanggung katanya?
Na’udzubillahi min
dzalik........
Perkara yang seharusnya mendekatkan kita
kepada Allah, kok, malah membuat kita bermaksiat kepada-Nya dan menjauh
dari-Nya. ATAU muncul pula anggapan bahwa kondisi ini diakibatkan wanita ini
telah memilih menjadi wanita yang taat kepada Allah, menutupi aurat dengan
jilbab dan kerudung yang sempurna, aktivis dakwah lagi, hingga orang-orang
mencemooh bahwa lamanya masa gadis ini karena kebanyakan lelaki enggan
mendekatinya karena sudah” takut” duluan. Jelas ini mitos juga.
Kenyataan-nya, aktivis dakwah atau
aktivis maksiat, keduanya punya potensi yang sama menghabiskan waktu yang lama
untuk menemukan pendamping hidup. Pacaran ataupun tetap menyendiri sampai ada
yang memintanya secara halal, itu tidak menaikkan atau menurunkan peluang
menikah.
Bahkan, seorang wanita menikah diawali
dengan maksiat pacaran,biasanya selalu ada saja masalah yang dihadapi dalam
rumah tangganya, trust me! Logikanya,
perempuan dan lelaki yang memutuskan untuk berpacaran kemungkinan besar tidak
terlalu paham dengan Islam.
LELAKI berlaku buruk terhadap wanita,
tidak tanggung jawab dalam masalah nafkah lahir dan batin, berkata kasar kepada
istrinya apalagi main fisik, kata-kata cerai meluncur mudah dari lisannya, tak
ada panduan baginya saat berinteraksi dengan wanita lain walaupun ia telah
menikahi istrinya, bersibuk diri dengan teman-temannya dan mengabaikan
keluarganya, dan selingkuh. Inilah model masalah yang kerap kita temui pada
lelaki yang menikah tanpa dilandasi ilmu agama.
TERNYATA PACARAN HANYA
INDAH SESAAT PADA AWALNYA, KAN?
BAGAIMANA dengan istrinya? Tak kalah
lagaknya. Dandanan menor tak tutup aurat walaupun pergi mencicil detergen di
warung sebelah: ke mana-mana harus memakai perhiasan emas, seperti toko
berjalan (yang pasti akan memberatkan): berkata tak santun kepada suami,
SMS-BBM-Chatting dengan pria lain dengan alasan CUMAN TEMAN.
Melisankan aib suami saat ditinggal, tak
bisa jaga kehormatan saat suami tak ada. Kata-katanya tak menenangkan dan sulit
sekali diminta untuk memenuhi permintaan suami. Akhirnya rumah bukan jadi
tempat peraduan suaminya, namun malah neraka baginya. Itulah yang jamak ditemui
saat ini pada wanita yang tak paham agama.
TERNYATA PACARAN
MEMANG INDAH HANYA SESAAT PADA AWALNYA.
SEBALIKNYA, muslimah yang telah
memutuskan untuk berkerudung dan berjilbab, memaksimalkan ketaatannya kepada
Allah, maka dia sudah seharusnya mempelajari dan menyiapkan diri menjadi calon
istri dan ibu yang baik. Dan bagi lelaki, untuk menyukai ketaatan seorang
wanita, mestilah ia taat pula. Artinya,hanya lelaki yang baiklah yang mampu
meminang seorang wanita yang baik. Dan bila lelaki dan wanitanya berpatokan
pada hukum syariat, tentu keluarga akan sakinah,
dan bonusnya mawadah wa rahmah.
Sumber : Felix Y. Siawu. Cetakan, Oktober
2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar