Sabtu, 03 Desember 2016

KAPAN AKU MENIKAH ?



KAPAN AKU MENIKAH ?

SAAT SEKOLAH MENENGAH ATAS, SAMA SEKALI IA TAK TERPIKIRKAN. Saat kuliah, ia tertutupi oleh ingar bingar kelezatan masa muda yang selalu mengintai. Saat lulus, karier menenggelamkannya hanya dalam sisa-sisa waktu. Namun, ia mulai bertunas tatkala umur semakin berpacu dengan angka tanggalan di akhir bulan. Semakin menguat tatkala melihat sahabat dan teman yang meninggalkan dia karenanya. Dan membuncah tatkala saksikan kemesraan dari paduan dua ciptaan Allah, bersama buah hatinya. Dan semua itu terangkai dalam tiga kata.

KAPAN AKU MENIKAH?

MENUNGGU dalam ketidakpastian jelas memicu gelisah. Apalagi ada anggapan bahwa semakin bertambah umur, semakin sulit pula untuk mendapatkan pasangan hidup. Belum lagi, kenyataan bahwa wanita itu terbatas, dia  DIPILIH BUKAN MEMILIH. Tak seperti lelaki yang MEMILIH karena penawaran lebih sedikit dari permintaan.
Nah, biasanya, masuklah setan padanya. Karena setan menyenangi manusia yang rapuh. Akhirnya setan membisikkan kata untuk mengganti pertanyaan “ KAPAN AKU MENIKAH?’ menjadi :
MENGAPA AKU TAK NIKAH-NIKAH?
Nah lagi, bila sudah begini, benih hasut mulai bersemai di hati tatkala melihat kebahagiaan menikah dari saudaranya. Undangan tak lagi jadi sebaran berbagi senang, tapi pembangkit amarah sehingga kejang. Apalagi bila yang menyebar undangan justru adik kelasnya. Menghadiri akad nikah jadi sungkan, bertemu teman jadi enggan, karena akan ditanya-tanya, KAPAN GILIRANMU?
DAN AKHIRNYA, SEGALA PURBASANGKA DAN PRASANGKA BURUK TUMBUH MENJAMUR BAGAI DI MUSIM HUJAN. BERUJUNG PADA KETIDAKPERCAYAAN TERHADAP KEADILAN ALLAH.
Lebih parah, beberapa akhirnya memutuskan untuk luruh dari jalan istiqamah dalam kebenaran Islam. Mencari solusi yang justru menjauhkannya dari kebahagiaan pernikahan yang ia impikan. Pacaran, clubbing, wasting time, zina, atau bahkan dukun jadi pelarian. Otomatis menjauhkannya dari ridha Sang Pemberi kebahagiaan. Atau memang sengaja menjauh, sudah tanggung katanya?
Na’udzubillahi min dzalik........
Perkara yang seharusnya mendekatkan kita kepada Allah, kok, malah membuat kita bermaksiat kepada-Nya dan menjauh dari-Nya. ATAU muncul pula anggapan bahwa kondisi ini diakibatkan wanita ini telah memilih menjadi wanita yang taat kepada Allah, menutupi aurat dengan jilbab dan kerudung yang sempurna, aktivis dakwah lagi, hingga orang-orang mencemooh bahwa lamanya masa gadis ini karena kebanyakan lelaki enggan mendekatinya karena sudah” takut” duluan. Jelas ini mitos juga.
Kenyataan-nya, aktivis dakwah atau aktivis maksiat, keduanya punya potensi yang sama menghabiskan waktu yang lama untuk menemukan pendamping hidup. Pacaran ataupun tetap menyendiri sampai ada yang memintanya secara halal, itu tidak menaikkan atau menurunkan peluang menikah.

Bahkan, seorang wanita menikah diawali dengan maksiat pacaran,biasanya selalu ada saja masalah yang dihadapi dalam rumah tangganya, trust me! Logikanya, perempuan dan lelaki yang memutuskan untuk berpacaran kemungkinan besar tidak terlalu paham dengan Islam.
LELAKI berlaku buruk terhadap wanita, tidak tanggung jawab dalam masalah nafkah lahir dan batin, berkata kasar kepada istrinya apalagi main fisik, kata-kata cerai meluncur mudah dari lisannya, tak ada panduan baginya saat berinteraksi dengan wanita lain walaupun ia telah menikahi istrinya, bersibuk diri dengan teman-temannya dan mengabaikan keluarganya, dan selingkuh. Inilah model masalah yang kerap kita temui pada lelaki yang menikah tanpa dilandasi ilmu agama.
TERNYATA PACARAN HANYA INDAH SESAAT PADA AWALNYA, KAN?
BAGAIMANA dengan istrinya? Tak kalah lagaknya. Dandanan menor tak tutup aurat walaupun pergi mencicil detergen di warung sebelah: ke mana-mana harus memakai perhiasan emas, seperti toko berjalan (yang pasti akan memberatkan): berkata tak santun kepada suami, SMS-BBM-Chatting dengan pria lain dengan alasan CUMAN TEMAN.
Melisankan aib suami saat ditinggal, tak bisa jaga kehormatan saat suami tak ada. Kata-katanya tak menenangkan dan sulit sekali diminta untuk memenuhi permintaan suami. Akhirnya rumah bukan jadi tempat peraduan suaminya, namun malah neraka baginya. Itulah yang jamak ditemui saat ini pada wanita yang tak paham agama.
TERNYATA PACARAN MEMANG INDAH HANYA SESAAT PADA AWALNYA.
SEBALIKNYA, muslimah yang telah memutuskan untuk berkerudung dan berjilbab, memaksimalkan ketaatannya kepada Allah, maka dia sudah seharusnya mempelajari dan menyiapkan diri menjadi calon istri dan ibu yang baik. Dan bagi lelaki, untuk menyukai ketaatan seorang wanita, mestilah ia taat pula. Artinya,hanya lelaki yang baiklah yang mampu meminang seorang wanita yang baik. Dan bila lelaki dan wanitanya berpatokan pada hukum syariat, tentu keluarga akan sakinah, dan bonusnya mawadah wa rahmah.
Sumber : Felix Y. Siawu. Cetakan, Oktober 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar