Selasa, 13 Desember 2016

Konteks Kurikulum



C. Konteks Kurikulum


Pertanyaan-pertanyaan yang menggugat akan menyoroti konteks kurikulum. Kurikulum tidak sekedar berupa program pendidikan dan isi pendidikan. Kurikulum memiliki konteks, paradigma, dan asusmsi; yang sifatnya sering tersembunyi. Untuk kepentingan siapa dan apa isi kurikulum yang ada ini? Apa kerangka-kerangka filosofis dan teoritis yang mendasarinya? Apa titik tolaknya? Secara lebih khusus, misalnya, untuk kepentingan apa dan siapa iptek menjadi isi kurikulum? Bukankah pengusutan iptek secara ekslusif sudah berarti penerimaan paham neopotivisme? (misalnya anggapan bahwa apapun yang tidak ilmiah dalam artian neopotivisme, observable-measurable-overt behavior, tidak berguna dalam pengelolaan kurikuler).
Freire (1997:41) menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas secara tegas dan terbuka. Ia menyatakan bahwa kurikulum yang isinya hanya Iptek berperanan melayani the dominant order. Mereka menolak praktik pendidikan yang berupaya menyingkap ideologi dominan dan mereduksi pendidikan sebagai tranfer isi semata-mata yang dianggap cukup untuk menjamin kehidupan yang bahagia. Mereka menganggap sebuah kehidupan yang berbahagia adalah jika seseorang didalamnya beradaptasi tanpa marah, tanpa protes, dan tanpa memimpikan transformasi, mengalir sajalah.
Mereka, kelompok dominan, berbicara tentang sangat pentingnya program pedagogis profesionalisasi, meskipun program ini tidak berisi kemungkinan untuk memahami masyarakat secara kritis. Menurut kelompok dominan ini, pembangunan adalah penelitian, hanya berisi technicalities. Penyusunan kurikulum menjadi uyrusan spesialis semata-mata (Freire, 1997:43, 44, 46). Pendidikan mengalami depolitisasi. Tetapi, pendidikan yang hanya berisi kesadaran politis atau sosial yang mengabaikan iptek juga sebuah pendidikan yang keliru. Dalam pendidiakan yang baik,  keduanya tidak mungkin dipisahkan. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya a reading of the word, a reading of the text, tetapi juga a reading of the world, a reading of the context (Freire, 1997: 43, 46, 47; Shor & Freire, 1987:68). Mengapa harus ada pemaduan text dan context, yaitu karena kondisi sosial yang ada saat ini menuntut lulusan sekolah untuk mampu memasuki pasar tenaga kerja yang predatory. Pasar tenaga kerja ini diciptakan oleh kekuasaan dominan demi kepentingan mereka sendiri, bukan kepentingan semua orang (Shor & Freire, 1987: 69; Horton and Freire, 1990:86).
Kurikulum yang mengutamakan sains dan teknologi adalah kurikulum neoliberalisme; tujuannya agar lulusan (individu dan bangsa) mampu bersaing di pasar bebas. Menurut Freire (Shor & Freire, 1987:8), persekolahan didirikan sebagai a delivery system untuk memasarkan ide-ide resmi dan tidak untuk mengembangkan pemikiran kritis. Penyebabnya adalah budaya, ideologi dan praktik positivistik yang sudah sejak lama menghegemoni mereka. Positivisme, neopositivisme, adalah sepupu kapitalisme-neoliberalisme. Dari sini muncul jargon-jargon bahwa ilmu adalah objektif dan bebas nilai, juga bahwa pendidikan harus bebas nilai dan dengan hanya mengajarkan sains dan teknologi. Dan dalam pendidikan dengan konsep perbankan (banking), sains dan teknologi tersebut hanya diingat dan diterima si terdidik (Freire, 1997:94-95). Si terdidik tidak dituntut untuk melakukan tindakan kognitif apapun, karena sains dan teknologi itu harta milik guru ketimbang suatu medium untuk membangkitkan refleksi kritis guru maupun siswa. Karena itu atas nama “pelestarian budaya dan penguatan” kita memiliki sebuah sistem yang tidak menghasilkan pengetahuan yang benar juga budaya yang benar (Freire, 1970: 81).
                                                                                                    
        Sumber : Dr Kesuma Dharma. Struktural Fundamental Pedagogik. PT Refika Aditama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar